Sabtu, 07 November 2009

on Leave a Comment

SEBUAH PERSIMPANGAN

Memulai dan mengakhiri, itulah yang selalu kusaksikan dalam hidup. Terkadang aku menyadari ambisi dan egoku hendak meledak, bak sebuah sunami terhebat.... Kebencian, kegelisahan semua datang dan pergi silih berganti.... Sulit untuk bisa memahami sebuah perassaan.....

Tiba-tiba aku terduduk di sebuah batu besar yang gersang. Di sekelilingku hanya ada padang ilalang. Tak ada manusia, atau seekor binatang. Aku menghempas di saat menikmati angin gemulai. Auuuhhhhhh.....! Sepi sekali dunia ini kurasakan. Tak ada suara burung, atau binatang lainnya.

Sebuah semburan sinar mentari terasa menyengat tubuhku. Aku mulai merasa panas dan berdiri untuk meninggalkan batu itu.... Batu yang besar di tengah padang yang gersang itu. Tiba-tiba berbisik. Aku sesaat terdiam. "Ada suara?" seraya turun dan berjongkok mendekatkan daun kupingku ke batu besar itu.

"Hihihi.....," jelas sekali aku mendengar syuara cekikikan itu.

"Kau mentertawakan aku?" secara spontan aku melontarkan kalimat itu dari mulutku.

"Hihihi.....," batu itu kudengar tertawa lagi.
"Kau ini batu besar atau sesosok tempat menghuni jin?" tiba-tiba bulu kudukku terasa berdiri semua. Aku membayangkan kisah menyeramkan tentang sebongkah batu yang bicara karena dikendalikan kekuatan hitam.

"Hihihi...," lagi-lagi tertawa lirih kecil itu dengan samar-samar mengiris kupingku.
"Kau?" ucapku antara takut dan penasaran menatap batu itu.
"Hihihi....," kali ini tertawa lirih itu kudengar dari sebuah pohon ilalang yang ada di sampingku. Aku kian terkejut. Apakah aku sedang menyaksikan sesuatu? Mataku mulai terbelalak menatap ilalang di depanku. Sementatara daun kupingku terasa kian tajam berdiri.

"Hihihi...," suara tertawa kali ini bukan lagi dari batu dan pohon ilalang itu. Tapi dari setiap benda yang kuliahat.

"Kenapa kalian mentertawakan aku?" tanyaku spontan keluar begitu saja dari mulutku.....

"Hihihi.....," suara itu semakin jelas merejam gendang telingaku.
"Berhenti.....! Kalian ini hanya bisa tertawa tapi tidak pernah bisa bicara!" bentakkau kemudian dengan nada yang amat jengkel.

"Hihihi.....," suara tertawa dari setiap benda yang kulihat saling bersahutan.
"Jangan tertawakan aku!" bentakku dengan suara yang lebih sengit.
"Hihihi....," tawa mereka kian keras dan sengit menghantam gendang telingaku.
"Diaaaaaaaaammmmmm!" aku berteriak sekuat tenagaku dengan suara melengking yang setinggi-tingginya dan sekeras-kerasnya.

Kali ini aku tak lagi mendengar suara tertawa mereka. Melainkan aku sesuatu yang dingin menyelinap membasahi dasterku. Basah itu bagai mengguyur kepalaku yang terasa amat panas. Aku meresapkan rasa dingin yang menyejukkan. Hingga mataku seraya terpejam........ dan ketika kubuka mataku lagi.... Ternyata di sampingku ada sesosok bayi kecil yang memain-mainkan puting payu daraku. Popoknya basah karena terkena ompol yang telah membasahi dasterku juga......

"Astagfirullah.....!" ternyata kesendirian dan suara-suara yang mentertawakanku hanya ada dalam mimpiku. Mimpi yang membuat aku tersadar bahwa aku tak lagi sendirian dan tak mungkin bisa hidup sendirian. Mimpi yang membuat aku mengakhiri semua kegilaanku yang mengerikan.